Kamis, 30 September 2010

Filsafat Pelayanan

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong


Pada waktu kita melihat zaman dalam konteks pelayanan kita, dapat dikatakan bahwa zaman ini adalah zaman yang selalu berubah, tidak sama dengan zaman yang dahulu maupun yang berikutnya. Suatu zaman selalu mempunyai tanda, semangat dan warna tersendiri yang berbeda dari zaman sebelumnya. Memang, pada waktu kita melihat zaman dalam kehidupan, kita lihat adanya suatu culture yang sebenarnya berubah secara drastis. Di dalam hal ini juga, generasi Saudara adalah suatu generasi yang sangat unik, karena kita berada dalam satu peralihan dari suatu culture, dan mungkin kita sendiri, selama melaluinya, tidak menyadarinya. Dalam zaman kehidupan Saudara ini, Saudara merupakan saksi dari berlangsungnya suatu zaman dan juga berakhirnya suatu zaman, masuk menjadi zaman yang baru.

Zaman pertama adalah zaman modern. Zaman kedua adalah zaman postmodern atau pasca-modern. Secara unik, Saudara berada dalam tengah peralihan suatu zaman. Hal ini merupakan suatu yang sangat besar dalam sejarah, karena sejarah pemikiran modern sudah berlangsung selamai 200 tahun. Saudara berada dalam perbatasan akhir dari zaman modern dan akan melangkah dalam suatu zaman yang baru, yaitu zaman postmodern.

Tetapi, kita perhatikan, zaman adalah zaman yang berubah, mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Tetapi bagaimana dengan pelayanan gereja kita? Sering kali kita melihat bahwa pelayanan kita justru tidak berubah dari waktu ke waktu. Zaman terus berubah, tetapi pelayanan kita sebagai orang Kristen tidak mengalami perubahan yang berarti. Sehingga gereja sangat lambat dan tidak peka dalam mengantisipasi semangat zaman yang berubah. Kita tidak memperhatikan persoalan itu.

Ada kata-kata yang menyindir orang-orang pada zaman ini: if you are not confuse, you probably don’t know what is happening; Jikalau kamu tidak bingung, mungkin kamu tidak tahu apa yang sedang terjadi. Jika Saudara tidak bingung melihat semangat, dan apa yang sedang berlangsung pada zaman ini, tidak berarti bahwa Saudara melihat/memperhatikan zaman ini, melainkan Saudara tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

Pada waktu kita melayani, kita tidak menyadari bahwa zaman sudah berubah, sehingga pelayanan kita semakin lama semakin menurun. Dalam kesempatan sharing antar-gereja nanti*, kita bisa share satu sama lain mengenai pelayanan gereja kita. Mungkin sebagian gereja mengalami penurunan, sebagian gereja mengalami kemajuan. Kita akan melihat faktor-faktornya.

Kalau pelayanan kita menjadi sesuatu yang menurun, maka ini harus membuat kita berpikir: Kenapa orang-orang tidak datang ke persekutuan pemuda? Apa yang harus kita lakukan? Pada akhirnya, yang kita lakukan untuk pelayanan kita adalah bersaing dengan dunia. Bagaimana bersaing dengan dunia? Misalnya: dunia mempunyai bioskop, maka kita juga membuat pertunjukan film. Tetapi bedanya kalau bioskop dapat menarik banyak orang, tetapi film yang kita putar, misalnya Jesus in Campus Crusade, maka seluruh jalan cerita film itu sudah dapat ditebak, sehingga membuat orang lain merasa lebih baik nonton di bioskop.

Jadi apa yang kita lakukan di komisi pemuda adalah bersaing dengan dunia. Mungkin satu saat Saudara berhasil dengan membuat suatu acara yang sangat menarik, misalnya membuat suatu pertunjukan kejutan.

Dari semua acara yang menarik itu, pasti ada acara yang kurang menarik, dan ada acara yang lebih menarik dari acara-acara menarik yang lainnya. Hal itu membuat kita mati-matian dengan tak habis-habisnya berpikir bagaimana membuat suatu acara yang lebih menarik dari acara yang sebelumnya, yang sudah menarik itu. Maka akhirnya, kita tidak akan mampu dan tidak mungkin bekerja sepenuh hidup kita hanyak untuk acara komisi pemuda itu. Akhirnya kita terpuruk pada kesulitan pelayanan. Semakin lama semakin lemah, dan akhirnya persekutuan pemuda kita juga semakin lama semakin merosot. Dalam keadaan seperti demikian, apa yang harus kita lakukan?

Ada satu hal yang harus kita lakukan, yaitu: KEMBALI KE DASAR, back to basics. Kita tidak mungkin bersaing dengan entertainment yang ditawarkan oleh dunia, maka kita harus kembali kepada apa yang Tuhan ingin kita lakukan di dalam kehidupan. Kita harus kembali kepada hal tersebut.

Kita lihat di Pengkhotbah 1:4-8. Kita melihat bahwa Pengkotbah memperhatikan hidup manusia hanya sekedar sebagai lingkaran, yang saya istilahkan, lingkaran kesia-siaan. Semua perputaran dalam alam itulah yang dilihat oleh Pengkotbah sebagai suatu lingkaran kesia-siaan. Dalam ayat 8 dikatakan segala sesuatu menjemukan, karena Pengkotbah melihat segala sesuatu adalah pengulangan dari apa yang pernah terjadi, meskipun tidak selalu persis, tetapi ada a continual beginning, suatu permulaan yang sama terus-menerus, sehingga menjadi suatu lingkaran kesia-siaan.

Manusia dalam proses kehidupannya, dari lahir hingga ia meninggal, kemudian diteruskan ke generasi berikutnya, tidak pernah dapat terlepas dari pola pengulangan yang sama, yang dikatakan Pengkotbah sebagai lingkaran yang menjemukan. Satu-satunya jalan untuk menerobos lingkaran kesia-sian ini adalah dengan melakukan Linearisasi Kehidupan. Artinya di dalam kehidupan, kita tidak hanya berjalan mengikuti lingkaran-lingkaran dalam kehidupan, tapi kita juga berjalan menuju ke sebuah tujuan yang ingin kita capai, dan tujuan yang ingin kita capai adalah CHRIST-LIKENESS, menjadi serupa dengan Kristus. Inilah tujuan utama dari kehidupan orang Kristen dalam suatu lingkaran kehidupannya, di mana ia telah berjumpa dengan Kristus (Roma 8:29). Itulah yang seharusnya menjadi tujuan setiap pribadi yang telah ditebus.

Pada waktu kita bersama-sama mempunyai tujuan yang sama sebagai orang Kristen dan pelayan Kristus dalam komisi pemuda, Saudara harus dapat berperan sebagai fasilitator pertumbuhan orang lain dalam mencapai Christ-likeness. Bagaimana dan hal-hal apa yang harus kita sediakan sebagai aktivis komisi pemuda untuk menolong anggota-anggota kita ini agar bisa menjadi orang-orang yang serupa dengan Kristus?

Untuk itu, kita kemudian melihat satu hal: Spiritual Formation. Pada waktu kita ingin menjadi serupa dengan Kristus, kita ingin mencapai Total Spirituality. Artinya dalam persekutuan pemuda kita tidak mengkotak-kotakan pembinaan anggota kita. Kita tidak hanya membina mereka hanya sekedar agar mereka mengerti firman Tuhan saja, bukan hanya bersifat sebagian saja, tetapi secara total, mencakup keseluruhan kehidupan pribadi mereka di dalam mereka berjalan menuju keserupaan dengan Kristus.

Hal yang dapat kita wujudkan dalam Total Spirituality adalah:
1.   Knowing and Experiencing God in an Intimate Relationship.
2.   Holistic Development toward Holiness and Christ-likeness.
3.   Obeying God and Doing the Work of His Kingdom.

Saya merasakan hal ini merupakan perumusan yang bersifat komprehensif, karena dalam pelaksanaan semuanya ini meliputi: orang itu bertumbuh, mendapatkan suatu pengetahuan, bersifat holistik, menyeluruh.

Dalam ketiga poin tersebut dapat bisa diringkas lagi menjadi:
1.    Knowing
2.    Being
3.    Doing

Bruce Powers melakukan pembagian pertumbuhan hidup manusia berdasarkan usia:
1.   Usia 0-6 tahun: mengalami fase yang disebut fase nurture.
Pada waktu itu, orang tidak terlalu memikirkan dan memperhatikan arti hidup, the meaning of life. Pada fase ini, ia memperhatikan kasih dari orangtuanya dan orang-orang yang merawatnya. Sebenarnya orang tersebut tidak begitu memperhatikan perkataan orangtuanya, tetapi yang diperhatikan adalah apakah orangtua saya memperhatikan saya atau tidak.

2.    Usia 7-18 tahun, disebut sebagai fase indoktrinasi.
Pada usia ini, seseorang mulai diberikan isi iman. Misalnya: seorang anak sebelum makan harus berdoa.

3.    Usia 19-27 tahun, disebut sebagai fase reality testing.
Pada usia ini, seseorang menguji pengetahuan dan teori yang didapatnya dari fase indoktrinasi, bagaimana orang tersebut membuatnya nyata dalam kehidupannya.

4.   Usia 28-35 tahun, orang melakukan making choices.
5.   Usia 36 tahun ke atas, orang mengalami active devotion.
Pada waktu inilah seseorang merasa ia sudah mantap atas pilihan dari pengetahuan dan teori dalam hidupnya, dan secara aktif melakukan kepercayaannya.

Jadi, tahap usia yang paling mudah untuk dimenangkan adalah usia 7-18, pada saat seseorang masih mengalami fase indoktrinasi. Yang paling disulit di-Injili adalah orang yang berusia 36 tahun ke atas, karena di dalam usia ini orang tersebut merasakan segala sesuatu sudah ia dapatkan, jalankan, uji, pengalaman hidupnya sudah berbicara, dan segala sesuatu itu sudah membuktikan bahwa apa yang ia jalani dan percayai saat ini adalah sesuatu yang benar.

Yang dikatakan oleh Bruce Powers ini sebenarnya meliputi ketiga hal tadi: Knowing, Being dan Doing. Dalam usia 7-18 tahun, pada saat inilah proses Knowing terjadi. Dalam usia 19-27 tahun, ia mengalami proses Being. Dan pada waktu seseorang menjadi active devotion, ia sedang melakukan sesuatu (Doing).

Bukan berarti jika seseorang pada usia tertentu, ia berada pada tahapan tertentu pada usia tersebut. Misal: jika usia orang itu 19 tahun, maka tidak berarti ia berada dalam tahap Being. Tahap Knowing, Being, dan Doing ini merupakan suatu lingkaran yang terus berulang dalam kehidupan kita. Knowing saya akan diterjemahkan ke dalam Being, dan Being saya akan diterjemahkan ke dalam Doing. Pada waktu melakukan sesuatu, saya juga mengetahui sesuatu yang baru. Pada waktu saya mengetahui sesuatu yang baru, saya mencoba melakukan sesuatu yang baru. Pada waktu saya melakukan sesuatu yang baru, saya sedang menjadi Being yang baru. Hal ini merupakan suatu lingkaran dalam suatu kehidupan yang terus berulang, hingga kita mencapai tujuan kita, yaitu menjadi serupa dengan Kristus.

Di dalam perkembangan iman (faith development) inilah, sesuatu yang ingin kita capai adalah pertumbuhan di dalam wilayah Knowledge, Character, dan Doing. Di dalam pertumbuhan iman kita, kita ingin mempunyai pertumbuhan iman di dalam :
1.    Pengetahuan
2.   Being, yang diterjemahkan dengan character, dan
3.   Kehidupan aktivitas yang saya lakukan di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia.

Dengan semua ini, kita mengharapkan:
1.   Adanya suatu perubahan yang berelasi dengan pengajaran Alkitab.
Artinya pertumbuhan iman saya adalah pertumbuhan yang positif, yang bersesuaikan dengan pengajaran firman Tuhan, yang sudah saya gumulkan, mengerti, dan menyatukan diri dengan the unique life of each individual. Tiap orang adalah unik. Rencana Tuhan adalah rencana yang unik bagi setiap kita, maka di dalam pertumbuhan iman seseorang, Tuhan menginginkan agar setiap orang boleh bertumbuh ke arah di mana memang Tuhan menghendaki, supaya ia dapat bertumbuh sesuai dengan keunikannya masing-masing. Misal: talenta yang diberikan Tuhan memiliki keunikan masing-masing. Dalam keunikan masing-masing, kita mempunyai pertumbuhan yang terus-menerus di dalam kehidupan kita.
Kita tetap mempunyai satu pertumbuhan di dalam Knowing, Being, dan Doing, sehingga kita mengharapkan suatu perubahan yang nyata bagi setiap orang yang datang bersekutu di persekutuan pemuda kita. Misalnya: ada orang yang iri hati, orang yang sedang bergumul dengan dosanya; kita mengharapkan ada perubahan terjadi pada dirinya. Bukan sekedar suatu acara berlangsung dengan sukses.

2.    Bagaimana kita dapat mengevaluasi pelayanan kita berhasil atau tidak?
Yaitu dengan melihat apakah terjadi perubahan pada hidup seseorang. Kalau ada individu-individu yang berubah dalam sebuah gereja, maka gereja sebagai gambaran tubuh Kristus pun akan menjadi gambaran yang terus-menerus mengalami perubahan dan pertumbuhan, yang menuju kepada keserupaan dengan Kristus secara keseluruhan. Pada waktu kita berada di gereja, kita tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dunia tawarkan kepada kita, tetapi sebaliknya kita mengharapkan adanya perubahan.
Saya boleh mengharapkan perubahan terjadi di dalam kehidupan seseorang, sama halnya pada waktu Saudara datang ke tempat ini sebagai individual. Pada waktu kita menyelesaikan tahun 1998 dan memasuki tahun yang baru, perlu kita tanyakan: Adakah perubahan yang terjadi pada diri saya? Apakah sepuluh tahun sekarang dengan sepuluh tahun yang dulu adalah saya yang tetap sama? Dengan kata lain, apakah tidak ada perubahan yang terjadi dalam hidupku? Pelayanan kita harus terus mengarah kepada hal ini, yaitu Expecting a Change, mengharapkan terjadinya perubahan. Meskipun saat ini kita mempunyai banyak kelemahan, sesuai dengan berjalannya waktu, kita harapkan ada perubahan-perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan kita, dengan demikian kita semakin lama semakin menjadi serupa dengan Kristus.

3.    Kalau betul setiap kita mempunyai suatu core (inti) dan visi pelayanan yang jelas dan boleh dipakai Tuhan untuk merubah kehidupan orang-orang, pada waktu kemudian semuanya berhasil, dari waktu ke waktu terus terjadi perubahan-perubahan di dalam kehidupan mereka, maka kita akan melihat gereja masa depan adalah gereja yang gemilang.
Kalau kita tidak terjerumus ke dalam segala sesuatu yang menarik, yang ramai, yang tidak kalah bersaing dengan dunia, kita akan melihat gereja abad ke-21 menjadi gereja yang terpuruk. Mungkin gereja tersebut akan terjun ke dalam sekularisme yang sama sekali tidak mempunyai daya tarik, karena justru apa yang kita lakukan adalah sama dengan apa yang dunia tawarkan.

Kita semua, bersama-sama harus yakin dalam pelayanan dan visi yang jelas, yaitu ingin membawa mereka untuk menjadi serupa dengan Kristus. berdasarkan itu, akan ada perubahan dan pertumbuhan yang terjadi dalam Knowing, Being, dan Doing melalui semua yang kita kerjakan sepanjang tahun di dalam kehidupan pribadi kita dan orang lain yang kita layani. Pada suatu waktu nanti kita boleh bersyukur: Gereja masa depan, apa pun yang terjadi, sekalipun kita memasuki masa penganiayaan di mana gereja kemudian ditekan, mungkin penginjilan tidak boleh dilakukan, akan tetap yakin di dalam imannya. Kita berlomba dengan waktu, dalam waktu tiga tahun kita mendidik orang-orang, sehingga betul-betul terjadi perubahan yang sungguh di dalam kehidupannya. Dengan demikian kita boleh yakin, apa pun yang terjadi di abad ke-21, kita akan dapat menghadapinya. Gereja Tuhan tidak dapat dihancurkan dan kita dapat tetap berdiri tegak, karena kita mempunyai tujuan yang jelas dalam pelayanan kita.

Ingat, engkau adalah masa depan gereja. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirimu, yang membuat engkau semakin berakar dan terus bertumbuh, menjadi organisme yang tidak mati adalah masa depan yang engkau tanamkan dalam gereja pada abad mendatang. Kalau engkau menanam pohon yang mati, maka gereja yang akan datang adalah gereja yang mati. Kalau engkau menanam iman yang hidup, maka gereja masa depan akan hidup. Gereja masa depan ada di atas pundakmu, langkahmu, tindakanmu. Gereja masa depan ada di tanganmu.

Saya sangat mengharapkan di dalam seluruh sesi NYC (National Youth Convention) ini, setelah kita mendapat menjelasan mengenai apa yang harus kita lakukan di dalam Knowing, Being, dan Doing, kita akan bersama-sama merumuskannya. Maka pada akhirnya, ada 400 orang boleh dipersatukan dalam satu visi pelayanan, dalam hal-hal yang dilakukan dengan jelas untuk masa yang akan datang; Bagaimana kita bisa bergandengan tangan, saling membantu, supaya apa yang kita pikirkan ini bisa terwujudkan di dalam gereja masing-masing dan terus memajukan gereja. Kita harapkan sesuatu yang besar terjadi di abad ke-21 ini, dengan Saudara-saudara sebagai orang-orang yang dipakai Tuhan di tempat Saudara berada. Engkau akan dipakai Tuhan menjadi pelopor untuk melihat hal ini sambil Saudara melayani dan bekerja. Kita boleh melihat semua itu diwujudkan.


Source : 
http://reformed.keysystem.us/index.php/2010/05/filsafat-pelayanan-pdt-stephen-tong/
artikel di Mimbar Reformed Injili Indonesia (MRII) Melbourne

Tidak ada komentar:

Posting Komentar