Selasa, 12 Oktober 2010

Amazing Grace

Oleh Pdt. Budi Asali, M.Div.


I) Grace / kasih karunia.

Apakah kasih karunia itu? Kasih karunia Allah adalah sesuatu yang ada dalam diri Allah yang menyebabkan Ia memberikan sesuatu yang baik kepada kita sekalipun kita sama sekali tidak layak menerimanya.

    * Kalau kita jahat dan kita mendapat sesuatu yang tidak baik dari Allah, maka itu namanya hukuman, dan itu menunjukkan keadilan Allah.
    * Kalau kita baik dan kita mendapatkan sesuatu yang baik dari Allah, maka itu namanya pahala, dan itu juga menunjukkan keadilan Allah.
    * Kalau kita baik tetapi mendapatkan apa yang tidak baik dari Allah, itu merupakan kegilaan dan ketidak-adilan, dan itu tidak mungkin terjadi.
    * Kalau kita tidak baik, tetapi kita mendapatkan sesuatu yang baik dari Allah, maka itu disebabkan adanya kasih karunia dalam diri Allah.

Sebagai orang berdosa, kita layaknya dibuang ke dalam neraka. Kalau Allah melakukan hal itu, maka Ia adil. Tetapi adanya kasih karunia ini menyebabkan Allah bertindak lain. Allah datang ke dalam dunia dalam diri Yesus Kristus, hidup suci, menderita dan mati di kayu salib untuk memikul hukuman dosa kita. Ia melakukan semua itu supaya kita tidak perlu masuk neraka, tetapi bisa masuk ke surga.


II) Amazing / mengherankan / menakjubkan.

Apa sebabnya kasih karunia Allah itu mengherankan?

1)   Karena kita bukan hanya manusia yang berdosa, tetapi sangat berdosa.


Kalau saudara adalah orang yang merasa diri baik / saleh / suci, atau lumayan baik, maka coba perhatikan 2 hal ini:

a)  Berapa kali saudara melanggar hukum-hukum Tuhan, seperti:

·         jangan berdusta.

·         jangan membunuh.

Ingat bahwa menurut Mat 5:21-22 marah / mencaci maki sudah termasuk membunuh, dan menurut 1Yoh 3:15 benci sudah termasuk membunuh.

·         jangan ada allah lain di hadapanKu.

·         Mat 22:37 memerintahkan untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi.

Setiap saat kita melanggar hukum ini karena tak ada orang yang bisa mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi.


b)  Gambaran Firman Tuhan di bawah ini tentang keadaan manusia di hadapan Allah.

Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor”.

Perhatikan bahwa yang mengatakan kata-kata ini adalah Yesaya, seorang nabi, yang jelas sungguh-sungguh beriman. Perhatikan juga bahwa Yesaya tidak mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’.  Ia juga tidak mengatakan ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’.

Kalau segala kesalehan kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan dosa kita? Untuk itu mari kita melihat ayat di bawah ini.

Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di hadapanKu”.

Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan bulanan dari seorang perempuan).

Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga”.

Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her period’ (= masa datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).

Jadi Kitab Suci menggambarkan kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan!

 Kalau saudara adalah orang yang menganggap diri saudara suci atau lumayan baik, renungkan bagian ini!


2)   Karena untuk menyelamatkan kita Allah harus melakukan pengorbanan yang luar biasa.

Allah tidak bisa memasukkan kita yang berdosa ke surga begitu saja. Allah itu adil, sehingga harus menghukum setiap dosa. Kalau ada 1 dosa yang tidak pernah dihukum selama-lamanya, maka Allah kehilangan keadilanNya. Jadi, pada waktu melihat manusia yang berdosa, Allah harus menjatuhkan hukuman. Tetapi Ia tidak ingin kita terkena hukuman tersebut. Lalu bagaimana? Allah tidak bisa menyuruh manusia bertobat dari dosa dan lalu hidup baik supaya masuk surga. Mengapa? Karena:

a)  Manusia tidak bisa berbuat baik.

Ini dinyatakan secara jelas oleh Kitab Suci.

·         Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.

·         Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.

·         Titus 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

·         Ro 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”.


Apakah benar bahwa manusia tidak bisa berbuat baik? Tidak bisakah seseorang, pada waktu melihat orang miskin / menderita, lalu menolongnya tanpa pamrih? Tentu bisa! Lalu apakah itu bisa disebut sebagai perbuatan baik? Dalam pandangan manusia, ya! Tetapi dalam pandangan Tuhan, tidak! Mengapa? Karena dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka harus dipenuhi syarat-syarat ini:


1.   Perbuatan baik itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah.

1Kor 10:31 - “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.


2.   Perbuatan baik itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah.

Yoh 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.


Ingat bahwa 2 hal di atas ini tak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar Kristus! Bdk. Ro 3:10,11,18 yang mengatakan bahwa tidak ada manusia (ini jelas menunjuk kepada manusia di luar Kristus, tanpa pekerjaan Roh Kudus dalam dirinya) yang benar, yang berakal budi, yang mencari Allah, atau yang takut kepada Allah.

Ro 3:10,11,18 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. ... (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.’”.

Manusia bisa saja berusaha berbuat baik, berjuang bagi agamanya, ingin masuk surga, dsb. Tetapi ‘mengasihi Allah’ dan ‘hidup untuk kemuliaan Allah’ adalah 2 hal yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh manusia di luar Kristus.

Kalau 2 hal di atas ini tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan bahwa perbuatan baik itu dilakukan tanpa mempedulikan Allah! Bisakah itu disebut baik?


b) Andaikatapun manusia bisa berbuat baik, bagaimana dengan dosa-dosa yang telah ia lakukan maupun yang akan ia lakukan? Ingat bahwa perbuatan baik tidak bisa menghapus dosa!

Kitab Suci dengan jelas menyatakan hal itu.

·         Gal 2:16a - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus”.

·         Gal 2:21b - “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.


Illustrasi: Misalnya suatu hari saudara naik kendaraan bermotor dan melanggar rambu lalu lintas, dan lalu seorang polisi menilang saudara. Saudara akan disidang 1 minggu yang akan datang. Sementara menunggu saat persidangan, saudara lalu mau ‘menebus dosa’ saudara dengan berbuat baik. Saudara menghibur tetangga yang kesusahan, membelikan obat untuk tetangga yang sakit, dsb. Pada saat persidangan, hakim bertanya: Apakah saudara, pada tanggal ini, di jalan ini, melanggar rambu lalu lintas ini? Saudara lalu menjawab: Benar Pak Hakim, tetapi, saya sudah menebus dosa dengan berbuat baik. Ini ada 3 saksi yang menerima kebaikan saya. Sekarang pertanyaannya: kalau hakim itu waras, apakah orang itu akan dibebaskan dari hukuman?

Illustrasi ini jelas menunjukkan bahwa ditinjau dari sudut hukum dunia / negarapun, tidak mungkin perbuatan baik bisa menutup dosa!


Allah tahu akan hal ini (yaitu bahwa manusia tidak bisa selamat karena perbuatan baiknya), tetapi Ia mau menyelamatkan manusia yang berdosa itu. Lalu bagaimana caranya? Allah harus mencari seseorang pengganti dalam memikul hukuman itu. Tetapi siapa penggantinya? Tidak mungkin seorang manusia biasa, karena semua manusia berdosa. Tidak mungkin juga malaikat, karena tidak adil kalau manusia yang berdosa, malaikat yang dihukum. Jadi, harus Allah sendiri yang menjadi manusia dan memikul hukuman itu. Dan inilah yang telah Allah lakukan. Ia menjadi manusia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dan lalu menderita dan mati di kayu salib untuk menggantikan kita memikul hukuman yang seharusnya bagi kita.

Sedangkan penderitaan dan kematian yang dialami oleh Yesus Kristus pada waktu menggantikan kita memikul hukuman kita adalah begitu mengerikan dan hina. Mari kita menyoroti beberapa diantaranya:

1.  Kristus dicambuki.

Untuk bisa mengerti lebih baik tentang hebatnya penderitaan Kris­tus pada waktu disesah, mari kita lihat komentar-komentar di bawah ini.

Leon Morris (NICNT): “Scourging was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of a man’s back” (= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung seseorang menjadi bubur).

Leon Morris (NICNT): “... Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a result of this torture” (=  Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini).

William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim’s back, bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death” [= Cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Biasanya 2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].

William Barclay: “Roman scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was tied to a post  with his back bent double and conven­iently exposed to the lash. The lash itself was a long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the end of it” [= Pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan pung-gungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan ‘pencam-bukan itu men­jadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berda­rah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya (menjadi gila?) karenanya, dan sedi­kit orang bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].

Saudara adalah orang berdosa dan karena itu sebetulnya saudaralah yang seharusnya mengalami hukuman cambuk itu. Tetapi Kristus sudah mengalami pencambukan itu supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara menerima Dia?


2.  Kristus disalibkan.

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).


Barnes’ Notes: “The manner of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri hidupnya).

Sekali lagi saya tekankan seperti diatas. Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?

Satu hal yang harus dihindari dalam menanggapi apa yang Kristus lakukan / alami bagi kita ialah: sekedar / hanya merasa kasihan kepada Dia. Pada waktu Yesus memikul salib keluar kota, terjadi peris­tiwa yang diceritakan dalam Luk 23:27-32, dimana banyak perempuan menangisi dan meratapi Dia, tetapi lalu justru ditegur oleh Yesus.

Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan berkata: “He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).

Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Karena itu janganlah sekedar merasa kasihan kepada Yesus, tetapi datanglah kepadaNya dan percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!


3)   Kita bukan hanya dibebaskan dari hukuman kekal di neraka, tetapi kita dimasukkan ke surga!

Sekarang kita soroti lagi 3 hal di atas yang menyebabkan kita harus menganggap kasih karunia Allah itu mengherankan.

1)   Kita adalah orang-orang yang sangat berdosa.

Seandainya kita berdosa sedikit-sedikit maka mungkin kasih karunia Allah itu tidak terlalu mengherankan. Tetapi kita sangat berdosa!

2) Allah, dalam diri Tuhan Yesus Kristus, harus mengalami penderitaan yang luar biasa, kehinaan yang sangat dalam, untuk bisa menyelamatkan kita.

Seandainya untuk menyelamatkan kita Yesus hanya perlu dicubit 1 x, maka mungkin kasih karunia Allah itu tidak terlalu mengherankan. Tetapi Ia harus mengalami semua penderitaan itu, untuk orang-orang yang sangat berdosa, itu betul-betul luar biasa.

3)  Allah menyediakan surga bagi kita.

Seandainya Ia hanya menghukum kita secara ringan, atau membebaskan kita dari neraka, lalu menempatkan kita di tempat dimana kita pokoknya tidak menderita, atau hanya memberikan berkat-berkat jasmani / duniawi saja, maka mungkin kasih karunia Allah itu tidak terlalu mengherankan. Tetapi Ia menyediakan surga bagi kita.

Gabungan 3 hal ini, menyebabkan kasih karunia Allah itu sangat mengherankan!

Tetapi lagi-lagi, jangan hanya heran, takjub terhadap kasih karunia Allah itu. Allah tak menghendaki saudara hanya heran / takjub! Ia menghendaki saudara percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, karena tanpa itu saudara tidak akan bisa diselamatkan / masuk surga. maukah saudara percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara?

 -AMIN-


Source : http://golgothaministry.org/pi2/pi_amazinggrace.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar