Sabtu, 15 Mei 2010

Jemaat Mati Ditangan Pendetanya Sendiri

Hampir di setiap jaman, selalu ada orang-orang Kristen yang harus mati dengan cara yang menggenaskan demi mempertahankan iman mereka kepada Yesus kristus. Cerita seperti ini datang dari berbagai negara tentang kisah-kisah pahlawan iman ini. Salah satunya datang dari negeri Cina. Bagaimana kisahnya?

Di Kiangsi, Cina, dua orang gadis Kristen, Chiu-Chin-Hsiu dan Ho-Hsiu-Tzu, bersama dengan pendeta mereka ditangkap oleh komunis dan disiksa dengan kejam. Mereka dipaksa untuk melepaskan iman kristen mereka dan mengucapkan kata-kata hujat kepada Kristus. Namun mereka menolak semua itu hingga akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati. Secara diam-diam tentara komunis itu menjumpai sang pendeta dan menawarkan/menjanjikan kebebasan kepadanya kalau ia bersedia di dalam eksekusi terhadap kedua gadis itu (yang adalah jemaatnya sendiri) dialah yang akan menembakkan pistol ke kepala mereka berdua. Dan pendeta ini pun menyetujuinya.

Kedua gadis itu menunggu saat eksekusi mereka dengan sabar di sel penjara mereka. Mereka berdoa dengan tanpa suara bersama-sama. Penjaga segera mendatangi mereka dan menuntun mereka keluar. Sesama tahanan yang menyaksikan eksekusi melalui jendela sel penjara mereka yang disekat jeruji, berkata bahwa wajah mereka pucat, tetapi sangat cantik, dan sulit dipercaya, sedih, tetapi sangat manis. Mereka ditempelkan ke dinding, dan pendeta mereka dibawa ke depan oleh dua penjaga. Mereka membawanya mendekat ke depan gadis-gadis itu, dan meletakkan pistol ke tangannya.

Kedua gadis itu berbisik satu dengan yang lain, dan mereka tahu bahwa pendeta merekalah yang akan menembakkan pistol itu ke kepala mereka. Mereka kemudian menunduk dengan penuh hormat kepada pendeta mereka itu dan satu di antara mereka memohon ijin untuk mengatakan sesuatu kepada si pendeta. Ijinpun diberikan dan ia pun berkata kepada pendetanya :

“Sebelum kami ditembak, kami ingin mengucapkan terima kasih sepenuh hati atas hal yang telah bapak kerjakan bagi kami. Bapaklah yang membaptis kami, bapaklah yang mengajarkan jalan hidup yang kekal kepada kami, bapaklah yang memberikan perjamuan kudus kepada kami dengan tangan yang sama yang melaklukan semuanya itu, yang bapak pakai untuk memegang pistol ini. Semoga Allah memberi pahala atas semua yang telah bapak kerjakan bagi kami. Bapak juga telah mengajar kami bahwa orang-orang Kristen kadang-kadang lemah, dan melakukan dosa-dosa yang mengerikan, tetapi mereka bisa diampuni lagi. Jika bapak menyesal atas hal yang akan bapak kerjakan atas kami, jangan putus asa seperti Yudas, tetapi bertobatlah seperti Petrus. Allah memberkati bapak, dan ingat bahwa pikiran terakhir kami atas bapak bukan kejengkelan atas kegagalan bapak. Setiap orang berjalan melalui masa-masa yang gelap. Kami akan mati dengan ucapan syukur.

Selesai mengucapkan kata-kata itu, kedua gadisi ini menunduk sekali lagi dan memberi hormat kepada pendeta mereka. Mereka lalu menutup mata mereka, dan berdiri diam menunggu tembakan yang akan merenggut nyawa mereka.

Apakah yang terjadi selanjutnya? Bukannya sadar dan bertobat, pendeta itu tampak mengeraskan hatinya. Ia lalu mengangkat pistolnya dan dengan segera menembakkannya ke kepala kedua gadis yang adalah jemaatnya. Tidak berapa lama mereka jatuh ke tanah dan mati. Lalu apakah yang terjadi dengan pendeta itu? Apakah ia dibebaskan sesuai janji tentara komunis itu? Ternyata tidak. tentara Komunis itu justru menempelkan pendeta itu ke tembok dan langsung mengeksekusi dia dengan pistol yang sama yang ia gunakan untuk membunuh kedua jemaatnya. Ketika mereka menembaknya, tidak seorang pun mendengar kata-kata pertobatan, melainkan hanya suara jeritan. Ya, jeritan penuh ketakutan.
Ho-Hsiu-Tzu
Moment menjelang eksekusi Chiu-Chin-Hsiu

Sumber : Note dari Ev.Esra Alfred Soru
http://www.facebook.com/note.php?note_id=427601820878

Tidak ada komentar:

Posting Komentar