Oleh Pdt. Budi Asali, M.Div
Yoh 19:25-27: “(25) Dan dekat salib Yesus berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. (26) Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ (27) Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.”
1) “Dan dekat salib Yesus”.
Apakah Yohanes bertentangan dengan Matius dan Markus? Injil Yohanes mengatakan bahwa perempuan-perempuan itu berada dekat dengan salib Yesus, tetapi Matius dan Markus mengatakan bahwa perempuan-perempuan itu melihat semua itu dari jauh.
Mat 27:55 - “Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia”.
Mark 15:40 - “Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
Penjelasan / pengharmonisan: Ini sama sekali bukan kontradiksi. Bisa saja mula-mula mereka melihat dari jauh, tetapi lalu mendekat, atau sebaliknya.
Thomas Whitelaw: “the women, though afar off at first, may have gradually approached, ... Or, they may have been at first near the cross and afterwards withdrawn to a distance when John, with Jesus’s mother, had departed” (= perempuan-perempuan itu, sekalipun mula-mula ada di kejauhan, mungkin / bisa telah mendekat secara perlahan-lahan, ... Atau, mungkin mereka mula-mula dekat dengan salib dan setelah itu menarik diri pada suatu jarak, pada saat Yohanes meninggalkan tempat itu dengan ibu Yesus) - hal 407.
2) ‘berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena’.
Bandingkan dengan:
- Mark 15:40 - “Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
- Mat 27:56 - “Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus”.
a) ‘saudara ibuNya’.
Calvin: “He says, that she was the sister of the mother of Jesus, and, in saying so, he adopts the phraseology of the Hebrew language, which includes cousins, and other relatives, under the term ‘brothers’” (= Ia berkata bahwa ia adalah saudara perempuan dari ibu Yesus, dan dengan berkata demikian, ia mengadopsi suatu istilah dalam bahasa Ibrani, yang mencakup saudara sepupu, dan anggota-anggota keluarga yang lain, dalam istilah ‘saudara-saudara’) - hal 232.
Penjelasan seperti ini juga sering dipakai oleh Gereja Roma Katolik untuk menjelaskan tentang ‘saudara-saudara Yesus’ (Mat 13:55-56). Tetapi perlu diketahui bahwa dalam bahasa Yunani ada istilah ‘saudara sepupu’, yaitu ANEPSIOS, yang muncul dalam Kol 4:10.
Kol 4:10 - “Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan (saudara sepupu) Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia datang kepadamu”.
KJV: ‘sister’s son’ (= anak dari saudara perempuan). Ini juga sama salahnya.
RSV/NIV/NASB: ‘cousin’ (= saudara sepupu).
Barclay dan beberapa penafsir lain menganggap bahwa kata ‘saudara’ di sini betul-betul berarti ‘saudara’. Jadi, Yesus adalah saudara sepupu dari Yohanes dan Yakobus.
b) ‘Maria, istri Klopas’.
Kata-kata ‘Maria, istri Klopas’ secara hurufiah adalah ‘Mary of Clopas’. Jadi sebetulnya ia belum tentu adalah ‘istri dari Klopas’, tetapi bisa ‘ibu dari Klopas’, atau ‘saudara perempuan dari Klopas’.
Adam Clarke: “‘Mary the wife of Cleophas.’ She is said, in Matt. 27:56 (see the note there), and Mark 15:40, to have been the mother of James the Less, and of Joses; and this James her son is said, in Matt. 10:3, to have been the son of Alpheus; hence, it seems that Alpheus and Cleopas were the same person. To which may be added, that Hegesippus is quoted by Eusebius, Hist. Eccles. l. 3 c. 11, as saying that Cleopas was the brother of Joseph, the husband of the virgin. Theophylact says that Cleopas, (brother of Joseph, the husband of the virgin), having died childless, his brother Joseph married his widow, by whom he had four sons, called by the evangelists the brothers of our Lord, and two daughters, the one named Salome, the other Mary, the daughter of Cleopas, because she was his daughter according to law, though she was the daughter of Joseph according to nature. There are several conjectures equally well founded with this last to be met with in the ancient commentators; but, in many cases, it is very difficult to distinguish the different Marys mentioned by the evangelists” [= ‘Maria istri Klopas’. Ia dikatakan, dalam Mat 27:56 (lihat catatan di sana), dan Mark 15:40, sebagai ibu dari Yakobus Muda dan Yoses; dan Yakobus anaknya ini dikatakan dalam Mat 10:3 sebagai anak dari Alfeus; dan karena itu kelihatannya Alfeus dan Clopas adalah orang yang sama. Terhadap mana bisa ditambahkan, bahwa Hegesippus dikutip oleh Eusebius, Hist. Eccles. l. 3 c. 11, sebagai mengatakan bahwa Klopas adalah saudara dari Yusuf, suami dari sang perawan (Maria). Theophylact mengatakan bahwa Klopas, (saudara dari Yusuf, suami dari sang perawan), mati tanpa anak, dan saudaranya Yusuf menikahi jandanya, dari siapa ia mendapatkan 4 anak laki-laki, yang disebut oleh para penginjil sebagai saudara-saudara laki-laki dari Tuhan kita, dan 2 anak perempuan, yang satu bernama Salome dan yang lain Maria, anak perempuan dari lopas, karena ia adalah anak perempuannya berdasarkan hukum, sekalipun ia adalah anak perempuan dari Yusuf secara alamiah. Ada beberapa dugaan yang mempunyai dasar yang sama baiknya dengan yang terakhir ini yang ditemui dalam penafsir-penafsir kuno; tetapi, dalam banyak kasus, adalah sangat sukar untuk membedakan Maria-Maria yang berbeda yang disebutkan oleh penginjil-penginjil itu].
A. T. Robertson: “It is not clear whether the sister of the mother of Jesus is Salome the mother of the sons of Zebedee or the wife of Clopas. If so, two sisters have the name Mary and James and John are cousins of Jesus. The point cannot be settled with our present knowledge” (= Tidak jelas apakah saudara perempuan dari ibu Yesus adalah Salome, ibu dari anak-anak Zebedeus, atau istri dari Klopas. Jika demikian, 2 saudara perempuan mempunyai nama ‘Maria’, dan Yakobus dan Yohanes adalah saudara sepupu dari Yesus. Hal ini tidak bisa ditentukan dengan pengetahuan kita pada saat ini).
c) ‘Maria Magdalena’.
1. Entah dari mana asal usulnya, tetapi ada banyak orang yang menganggap bahwa Maria Magdalena adalah perempuan berdosa yang mengurapi Yesus, yang diceritakan dalam Luk 7:36-50. William Hendriksen mengatakan bahwa Maria Magdalena bukanlah perempuan yang diceritakan dalam Luk 7:36-50, dan jelas bahwa kata-katanya benar.
Pdt. Yesaya Pariadji dari GBI Tiberias bahkan menganggap bahwa pelacur yang dibawa kepada Yesus dalam Yoh 8:1-11 adalah Maria Magdalena (Majalah ‘Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 18, kolom 2,3). Ini ngawur, dan merupakan fitnahan!
2. Maria Magdalena adalah seorang perempuan yang pernah dilepaskan oleh Yesus dari tujuh setan (Mark 16:9 Luk 8:2).
Luk 8:2 - “dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat”.
Calvin: “We see that it was not in vain that Mary Magdalene was delivered from seven devils, (Mark 16:9; Luke 8:2;) since she showed herself, to the last, to be so faithful a disciple to Christ” [= Kita melihat bahwa tidaklah sia-sia bahwa Maria Magdalena dibebaskan dari tujuh setan (Mark 16:9; Luk 8:2); karena ia menunjukkan dirinya sendiri, sampai akhir, sebagai murid yang begitu setia dari Kristus] - hal 232.
Penerapan: saudara mungkin tidak pernah dibebaskan dari 7 setan seperti Maria Magdalena, tetapi kalau saudara betul-betul adalah orang kristen yang sejati, maka saudara sudah dibebaskan dari neraka. Bukankah juga seharusnya saudara mempunyai kesetiaan seperti Maria? Cobalah periksa / introspeksi bagaimana kesetiaan saudara dalam hal:
· belajar Firman Tuhan.
· bersaat teduh.
· berdoa.
· menguduskan diri / menahan diri dari dosa.
· melayani.
· memberitakan Injil.
· memberi persembahan persepuluhan.
d) Pujian bagi 4 perempuan di dekat salib.
Barclay mengatakan (hal 255) bahwa ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa pada jaman itu perempuan begitu tidak penting sehingga tidak seorangpun akan mempedulikan kehadiran para perempuan ini di dekat salib, dan dengan demikian tidak ada resiko terhadap kehadiran mereka di sana. Barclay tidak setuju dengan penafsiran tersebut.
William Barclay: “It was always a dangerous thing to be an associate of a man whom the Roman government believed to be so dangerous that he deserved a Cross. It is always a dangerous thing to demonstrate one’s love for someone whom the orthodox regard as a heretic. The presence of these women at the Cross was not due to the fact that they were so unimportant that no one would notice them; their presence was due to the fact that perfect love casts out fear” (= Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menjadi teman / rekan dari seseorang yang dipercaya oleh pemerintah Romawi sebagai begitu berbahaya sehingga Ia layak mendapatkan salib. Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menunjukkan kasih seseorang untuk seseorang yang dianggap sebagai sesat oleh orang-orang yang ortodox. Kehadiran dari perempuan-perempuan ini pada salib bukanlah disebabkan karena fakta bahwa mereka adalah begitu tidak penting sehingga tidak seorangpun akan memperhatikan mereka; kehadiran mereka disebabkan oleh fakta bahwa kasih yang sempurna membuang ketakutan) - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 255.
Catatan: kalimat terakhir kelihatannya dikutip dari 1Yoh 4:18, dan kalau itu benar, maka saya berpendapat bahwa ayat itu digunakan secara ‘out of context’, karena rasa takut yang dibicarakan dalam 1Yoh 4:18 itu adalah rasa takut terhadap penghakiman pada akhir jaman.
1Yoh 4:17-18 - “(17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.
Tentang perempuan-perempuan yang tetap mengikut Kristus sampai pada kayu salib ini Calvin memberikan komentar sebagai berikut: “How shameful will it be, if the dread of the cross deters us from following Christ, when the glory of his resurrection is placed before our eyes, whereas the women beheld in it nothing but disgrace and cursing!” (= Alangkah memalukannya jika rasa takut terhadap salib menahan kita dari mengikuti Kristus, pada waktu kemuliaan dari kebangkitanNya diletakkan di depan mata kita, sedangkan perempuan-perempuan itu tidak melihat apapun di dalamnya selain aib dan kutuk!) - hal 232.
Penjelasan: maksud Calvin adalah: pada saat itu perempuan-perempuan itu belum melihat kebangkitan Kristus. Yang terlihat hanya aib dan kutuk pada diri Kristus. Tetapi mereka toh menunjukkan kesetiaan dan keberanian yang luar biasa dalam mengikut Kristus. Sedangkan kita pada jaman ini, kita sudah melihat bahwa setelah Kristus mati, Ia bangkit, naik ke surga dan sebagainya. Kalau kita ternyata tidak mempunyai keberanian / kesetiaan dalam mengikut Kristus, maka itu betul-betul memalukan!
Renungkan: dalam hal apa rasa takut menahan diri saudara dalam ikut Kristus?
Jamieson, Fausset & Brown: “These dear women clustered around the cross; and where else should one expect them? The male disciples might be consulting for their own safety (though John was not); but those precious women would have died sooner than be absent from this scene” [= Perempuan-perempuan yang kekasih ini berkerumun di sekitar salib; dan dimana lagi seseorang mengharapkan mereka berada? Murid-murid laki-laki mungkin berkonsultasi dengan keamanan mereka sendiri (sekalipun Yohanes tidak); tetapi perempuan-perempuan yang berharga itu lebih baik mati lebih cepat dari pada absen dari adegan / peristiwa ini].
Pulpit Commentary: “It was one thing to stand by him in his hour of joy and triumph, in the day of his power and the exploits of his loving strength, when the heaven opened and streamed upon him its glory; ... when at his bidding diseases fled, and demons quitted their dark haunts; when the storm was hushed, and the waves crouched at his voice; when food increased under his hands, and even Death gave up his prey when he spoke. But it is another thing to stand by him on a cross, when hell besieged him with its torments, heaven seemed closed to his breathing, and Divinity itself seemed to have deserted him. ... It is one thing to stand by Jesus, one of many; but it is another to stand by him, one of four. It is one thing to follow him with faithful disciples and a jubilant crowd; but it is another to stand alone by his cross” (= Berdiri di dekatNya pada saat sukacita dan kemenangan, pada saat kuasaNya dan kekuatanNya yang penuh kasih dimanfaatkan, pada waktu langit terbuka dan mengalirkan kemuliaannya kepadaNya; ... pada waktu atas permintaanNya penyakit hilang, dan setan-setan meninggalkan tempat-tempat gelap yang sering mereka kunjungi; pada waktu badai ditenangkan, dan gelombang meringkuk oleh suaraNya; pada waktu makanan bertambah banyak dalam tanganNya, dan bahkan Kematian menyerahkan mangsanya pada waktu Ia berbicara, sangat berbeda dengan berdiri di dekatNya pada salib, pada saat neraka mengepungNya dengan siksaannya, langit kelihatannya tertutup terhadap kata-kataNya, dan keIlahian sendiri kelihatannya meninggalkan Dia. .... Berdiri di dekat Yesus, satu dari banyak orang; sangat berbeda dengan berdiri di dekatNya, satu dari empat. Mengikut Dia bersama-sama dengan murid-murid yang setia dan orang banyak yang bergembira, sangat berbeda dengan berdiri sendirian pada salib) - hal 452.
Penerapan: mungkin saudara tetap setia, beriman, berani dalam keadaan enak dan banyak teman. Tetapi bagaimana kalau keadaan menjadi tidak enak, membahayakan dan saudara sendirian? Apakah saudara tetap mau setia, beriman dan berani dalam mengikut Kristus?
e) Kadang-kadang apa yang dilakukan oleh 4 perempuan ini merupakan hal maximal yang bisa kita lakukan.
Pulpit Commentary: “They were helpless, and could render no assistance. They could make no progress; still they stood their ground, and manifested their undying and unconquerable attachment. They clung to Jesus for his own sake apart from circumstances. Like them, let us do what we can, and advance as far as possible, and, when we cannot go any further, let us stand; and, indeed, in the hour of direst temptation the utmost we can do is to stand our ground” (= Mereka tidak berdaya, dan tidak bisa memberikan pertolongan. Mereka tidak bisa membuat kemajuan; tetapi mereka tetap berdiri di tempat mereka / mempertahankan posisi mereka, dan menyatakan kasih mereka yang tidak bisa mati dan tidak bisa dikalahkan. Mereka berpegang erat-erat kepada Yesus demi Dia tak peduli bagaimana keadaannya. Seperti mereka, marilah kita melakukan apa yang bisa kita lakukan, dan maju sejauh mungkin, dan pada waktu kita tidak bisa maju lebih jauh lagi, biarlah kita tetap berdiri, dan memang, pada saat pencobaan yang paling menakutkan, hal terbesar yang bisa kita lakukan adalah berdiri di tempat kita / mempertahankan posisi kita) - hal 453.
Penerapan: kalau saudara sedang terbelit problem-problem yang banyak dan besar, sehingga rasanya sudah tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan tidak bisa belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani dsb, maka yang bisa dilakukan hanyalah berdiam diri, dan berpegang kepada Yesus. Maka lakukan itu, sampai Tuhan berkenan menolong / memberikan kelegaan kepada saudara!
3) “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.
a) Penterjemahan ‘ibu’.
Dalam kata-kata Yesus kepada Maria, kata ‘ibu’ salah terjemahan, seharusnya adalah terjemahannya adalah ‘woman’ (= perempuan).
Semua kata ‘ibu’ dalam Yoh 19:25-27 ini menggunakan kata METER yang memang berarti ‘ibu / mama’, kecuali kata ‘ibu’ dalam kalimat yang diucapkan Yesus kepada Maria. Di situ digunakan kata Yunani GUNAI, yang sebetulnya berarti ‘perempuan’. Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.
KJV: ‘Now there stood by the cross of Jesus his mother, and his mother’s sister, Mary the wife of Cleophas, and Mary Magdalene. When Jesus therefore saw his mother, and the disciple standing by, whom he loved, he saith unto his mother, Woman, behold thy son! Then saith he to the disciple, Behold thy mother! And from that hour that disciple took her unto his own home’ (= Di dekat salib Yesus berdiri ibuNya, dan saudara perempuan ibuNya, Maria istri Kleopas / Klopas, dan Maria Magdalena. Pada waktu Yesus melihat ibuNya, dan murid yang dikasihiNya berdiri di dekatnya, Ia berkata kepada ibuNya: Perempuan, lihatlah anakmu! Lalu Ia berkata kepada murid itu: Lihatlah ibumu! Dan sejak jam / saat itu murid itu membawanya ke rumahnya sendiri).
Mengapa Yesus tidak menyebut nama Maria ataupun memanggil ‘ibu / mama’, tetapi ‘woman’ (= perempuan)? Calvin mengatakan ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa Yesus di sini tidak menggunakan kata ‘ibu / mama’ supaya tidak makin menyakiti hati Maria, yang pada saat itu memang sudah sangat sakit melihat Anaknya menderita seperti itu. Salah satu dari para penafsir yang mempunyai pandangan seperti itu adalah Matthew Henry.
Matthew Henry: “he calls her ‘woman,’ not ‘mother,’ not out of any disrespect to her, but because ‘mother’ would have been a cutting word to her that was already wounded to the heart with grief” (= Ia memanggilnya ‘perempuan’, bukan ‘ibu / mama’, bukan karena rasa tidak hormat kepadanya, tetapi karena kata ‘ibu / mama’ akan merupakan suatu kata yang melukai / mengiris baginya yang sudah dilukai sampai pada hatinya dengan kesedihan).
Menurut saya kata-kata seperti ini tidak punya dasar, karena:
1. Disebut ‘mama’ atau tidak, tidak akan mengurangi kesadaran Maria bahwa yang sedang terpaku di atas kayu salib itu adalah Anaknya!
2. Bukan hanya dalam bagian ini saja, tetapi juga dalam seluruh Kitab Suci, Yesus tidak pernah memanggil Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’. Juga dalam perjamuan di Kana, Yesus sudah menyebut Maria dengan sebutan ‘perempuan’.
Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu (perempuan)? SaatKu belum tiba.’”.
Calvin sendiri tidak menolak pandangan itu, tetapi ia beranggapan bahwa ada dugaan lain yang juga memungkinkan.
Calvin: “Christ intended to show that, after having completed the course of human life, he lays down the condition in which he had lived, and enters into the heavenly kingdom, where he will exercise dominion over angels and men; for we know that Christ was always accustomed to guard believers against looking at the flesh, and it was especially necessary that this should be done at his death” (= Kristus bermaksud untuk menunjukkan bahwa setelah menyelesaikan perjalanan hidupNya sebagai manusia, Ia meletakkan keadaan dalam mana Ia telah hidup, dan masuk ke dalam kerajaan surga, dimana Ia akan berkuasa atas malaikat-malaikat dan manusia; karena kita tahu bahwa Kristus selalu terbiasa untuk menjaga orang-orang percaya terhadap pandangan kepada daging, dan merupakan sesuatu yang perlu secara khusus bahwa hal ini dilakukan pada kematianNya) - hal 233.
Jadi, maksudnya supaya manusia tidak memandang Kristus secara daging, yaitu sekedar sebagai ‘anak dari Maria’.
William Hendriksen mempunyai pandangan yang mirip, tetapi ia menujukan itu kepada Maria.
William Hendriksen: “the use of the word ‘woman’ ... Mary must no longer think of him as being merely her son; ... Mary must begin to look upon Jesus as her Lord” (= penggunaan kata ‘perempuan’ ... Maria tidak boleh berpikir tentang Dia sebagai semata-mata Anaknya; ... Maria harus mulai memandang kepada Yesus sebagai Tuhannya) - hal 433.
Saya lebih setuju dengan pandangan lain lagi, yang saya berikan di bawah ini.
J. C. Ryle: “I firmly believe that, even on the cross, Jesus foresaw the future heresy of ‘Mary-worship.’ Therefore He said ‘Woman,’ and did not say ‘Mother.’” (= Saya percaya dengan teguh bahwa, bahkan di kayu salib, Yesus melihat lebih dulu kesesatan yang akan datang tentang penyembahan terhadap Maria. Karena itu Ia berkata ‘Perempuan’, dan bukannya berkata ‘Ibu / Mama’) - ‘Expository Thoughts on the Gospels’, (John volume III), hal 352.
Arthur W. Pink: “So far as the record of the four Gospels go, never once did He call her ‘Mother.’ For us who live today, the reason for this is not hard to discern. Looking down the centuries with His omniscient foresight and seeing the awful system of Mariolatry so soon to be erected, He refrained from using a word which would in any wise countenance this idolatry - the idolatry of rendering to Mary the homage which is due alone her Son; the idolatry of worshipping her as ‘The Mother of God.’” (= Sejauh dari yang ada dalam catatan dari ke empat Injil, tidak sekalipun Ia menyebutnya ‘Ibu / Mama’. Bagi kita yang hidup pada jaman sekarang, alasannya tidak sukar untuk dilihat. Melihat pada abad-abad yang akan datang dengan penglihatan / pengetahuan lebih duluNya yang maha tahu, dan melihat sistim yang mengerikan dari penyembahan kepada Maria yang akan ditegakkan dengan begitu cepat, Ia menahan diri dari menggunakan suatu kata yang dengan cara apapun akan menyetujui / mendukung pemberhalaan ini - pemberhalaan dari pemberian kepada Maria penghormatan yang seharusnya hanya adalah milik dari Anaknya; pemberhalaan dari penyembahan terhadapnya sebagai ‘Ibu / Bunda Allah’) - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 53.
Catatan: Perlu ditekankan bahwa istilah ‘bunda Allah’ dipertahankan oleh sidang gereja di Efesus pada tahun 431 M., bukan untuk meninggikan / memuliakan Maria, tetapi untuk menunjukkan persatuan yang tidak terpisahkan antara hakekat ilahi dan hakekat manusia dalam diri Kristus. Jadi kalau setelah itu gereja Roma Katolik menggunakan istilah ‘bunda Allah’ itu untuk meninggikan / memuliakan Maria, maka itu adalah sesuatu yang salah, yang sama sekali tidak dimaksudkan oleh sidang gereja di Efesus itu.
b) Penafsiran salah / sesat dari Gereja Roma Katolik tentang penderitaan Maria pada saat itu.
Pada saat Maria melihat Anaknya menderita dan mati di salib, jelas ia sangat menderita.
1. Ini merupakan penggenapan nubuat.
Pulpit Commentary (hal 438) dan beberapa penafsir lain secara benar mengatakan bahwa pada saat ini Maria mengalami penggenapan nubuat Simeon dalam Luk 2:35 - “- dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri -, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.’”.
Matthew Henry: “we may easily suppose what an affliction it was to these poor women to see him thus abused, especially to the blessed virgin. Now was fulfilled Simeon’s word, A sword shall pierce through thy own soul, Lu. 2:35. His torments were her tortures; she was upon the rack, while he was upon the cross; and her heart bled with his wounds; and the reproaches wherewith they reproached him fell on those that attended him” [= kita bisa menduga dengan mudah penderitaan apa hal itu bagi perempuan-perempuan ini yang melihatNya diperlakukan seperti itu, khususnya bagi perawan yang diberkati (Maria). Sekarang tergenapi nubuat Simeon, ‘suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri’, Luk 2:35. SiksaanNya merupakan siksaan Maria; ia sedang tersiksa sementara Ia ada di kayu salib; dan hatinya berdarah oleh luka-lukaNya; dan cela dengan mana mereka mencela Dia jatuh kepada mereka yang menyertaiNya].
2. Sekalipun kita memang setuju bahwa Maria memang menderita pada saat itu, tetapi kita menolak pandangan sesat yang mengatakan bahwa dengan penderitaannya itu Maria ikut menebus dosa manusia.
Asal usul ajaran sesat ini:
a. Justin Martyr (mati pada tahun 165 M) membandingkan Maria dengan Hawa, dan Ireneaus (mati pada tahun 202 M) berkata bahwa ketidak-taatan perawan Hawa ditebus oleh ketaatan perawan Maria (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 136).
b. Ajaran Justin Martyr dan Ireneaus ini dikembangkan lagi, sehingga Gereja Roma Katolik lalu berkata bahwa sebagaimana dosa pertama masuk ke dalam dunia melalui seorang perempuan (yaitu Hawa), demikian juga keselamatan itu datang melalui seorang perempuan (yaitu Maria).
c. Paus Benedict XV (1914-1922) & Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu Tuhan Yesus menderita dan mati, Maria juga menderita, dan karena itu, bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah penebus dosa [Kalau Yesus adalah Redeemer (= Penebus), maka Maria adalah Co-redeemer (= Rekan penebus)] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 151.
Gereja Roma Katolik memang menganggap Maria sebagai ‘pengantara’ dan ‘mempunyai peranan dalam menyelamatkan kita’, dan ini terlihat dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992.
· No 968: “Her role in relation to the Church and to all humanity goes still further. ‘In a wholly singular way she cooperated by her obedience, faith, hope, and burning charity in the Savior’s work of restoring supernatural life to souls. For this reason she is a mother to us in the order of grace.’” (= Peranannya berhubungan dengan Gereja dan dengan seluruh kemanusiaan masih lebih jauh lagi. ‘Dengan cara yang sepenuhnya istimewa, ia bekerja sama oleh ketaatannya, imannya, pengharapannya, dan kasihnya yang berkobar-kobar dalam pekerjaan sang Juruselamat untuk memulihkan kehidupan dari jiwa-jiwa. Untuk alasan ini ia adalah seorang ibu bagi kita dalam urutan kasih karunia).
· No 969: “This motherhood of Mary in the order of grace continues uninterruptedly from the consent which she loyally gave at the Annunciation and which she sustained without wavering beneath the cross, until the eternal fulfilment of all the elect. Taken up to heaven she did not lay aside this saving office but by her manifold intercession continues to bring us the gifts of eternal salvation .... Therefore the Blessed Virgin is invoked in the Church under the titles of Advocate, Helper, Benefactress, and Mediatrix” [= Keibuan dari Maria dalam urutan kasih karunia berlanjut secara tak terganggu dari persetujuan yang dengan setia ia berikan pada saat pengumuman / pemberitaan (oleh Gabriel) dan yang ia teruskan tanpa ragu-ragu di bawah kayu salib, sampai penggenapan kekal dari semua orang-orang pilihan. Pada waktu diangkat ke surga, ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan ini tetapi oleh syafaatnya yang bermacam-macam ia melanjutkan untuk membawa kepada kita karunia-karunia keselamatan yang kekal ... Karena itu, Perawan yang terpuji / diberkati disebut di dalam Gereja dengan gelar-gelar Advokat, Penolong, Dermawan, dan Pengantara].
· No 970: “Mary’s function as mother of men in no way obscures or diminishes this unique mediation of Christ, but rather shows its power. But the Blessed Virgin’s salutary influence on men . . . flows forth from the superabundance of the merits of Christ, rests on his mediation, depends entirely on it, and draws all its power from it. ‘No creature could ever be counted along with the Incarnate Word and Redeemer; but just as the priesthood of Christ is shared in various ways both by his ministers and the faithful, and as the one goodness of God is radiated in different ways among his creatures, so also the unique mediation of the Redeemer does not exclude but rather gives rise to a manifold cooperation which is but a sharing in this one source.’” (= Fungsi dari Maria sebagai ibu dari manusia sama sekali tidak mengaburkan atau mengurangi pengantaraan yang unik dari Kristus, tetapi sebaliknya menunjukkan kuasanya. Tetapi pengaruh yang bermanfaat dari Perawan yang terpuji / diberkati pada manusia ... mengalir dari kelimpahan dari jasa Kristus, bersandar pada pengantaraanNya, bergantung sepenuhnya padanya, dan mendapatkan semua kuasanya darinya. ‘Tidak ada makhluk ciptaan pernah bisa diperhitungkan bersama dengan Firman yang berinkarnasi dan Penebus; tetapi sama seperti keimaman Kristus juga dimiliki dalam bermacam-macam cara di antara makhluk-makhluk ciptaanNya, demikian pula pengantaraan yang unik dari sang Penebus tidak membuang tetapi sebaliknya menyebabkan suatu kerja sama yang bermacam-macam yang hanya merupakan suatu sharing dalam sumber yang satu ini’).
Karena itu Loraine Boettner berkata:
¨ “in the Roman Church Mary has come to be looked upon the instrumental cause of salvation” [= dalam Gereja Roma (Katolik) Maria telah dipandang sebagai alat yang menyebabkan keselamatan] - ‘Roman Catholicism’, hal 150.
¨ “Roman Catholics are taught that all grace necessarily flows through Mary” (= Orang-orang Roma Katolik diajar bahwa semua kasih karunia harus mengalir melalui Maria) - ‘Roman Catholicism’, hal 151.
Matthew Henry: “It is an impious and blasphemous construction which some of the popish writers put upon the virgin Mary standing by the cross, that thereby she contributed to the satisfaction he made for sin no less than he did, and so became a joint-mediatrix and co-adjutrix in our salvation” (= Merupakan suatu pendirian / penyusunan yang jahat dan bersifat menghujat yang diberikan oleh beberapa penulis Katolik kepada perawan Maria yang berdiri di dekat salib, bahwa dengan itu ia ikut memberikan sumbangsih pada pemuasan / pelunasan yang Dia (Yesus) lakukan untuk dosa, tidak lebih sedikit dari yang Ia lakukan, dan dengan demikian menjadi seorang pengantara bersama dan rekan penolong dalam keselamatan kita).
Lenski: “Alas, what has the Roman Catholicism made of this scene! Some of it is like blasphemy of Christ in the very hour of his atoning death. Catholics books are full of this derogation of Christ and the exaltation of Mary. We are told that with her passion Mary comes to the aid of her son on the cross. Alone he could not have accomplished the task; he could never have borne the sins of the world and made atonement for them by himself. ‘The Mother of God’ had to cooperate with the Son of God. This summarizes the Catholic teaching. It invents two mediators where God had only one. It robs Christ in order to deify and to glorify Mary. In doing this blasphemous thing it destroys the real atonement and invents another which does not atone. ... There is one Mediator between God and man, the man Christ Jesus, 1Tim. 2:5,6” (= Aduh, apa yang telah dilakukan oleh Roma Katolik tentang adegan / peristiwa ini! Beberapa darinya adalah seperti penghujatan terhadap Kristus, persis di saat kematianNya yang menebus. Buku-buku Katolik penuh dengan penghinaan kepada Kristus dan pemuliaan / peninggian terhadap Maria. Kami diberitahu bahwa dengan penderitaannya Maria datang untuk menolong Anaknya pada kayu salib. Sendirian Ia tidak bisa menyelesaikan tugas itu; Ia tidak pernah bisa memikul dosa-dosa dunia dan membuat penebusan bagi mereka dari diriNya sendiri. ‘Bunda Allah’ harus bekerja sama dengan Anak Allah. Ini merupakan ringkasan dari ajaran Katolik. Ajaran itu menemukan / menciptakan dua pengantara dimana Allah hanya mempunyai satu. Itu merampok Kristus untuk memuja / mendewakan dan memuliakan Maria. Dengan melakukan hal yang bersifat menghujat ini, itu menghancurkan penebusan yang sejati dan menemukan / menciptakan penebusan yang lain yang tidak menebus. ... Hanya ada satu Pengantara antara Allah dan manusia, manusia Kristus Yesus, 1Tim 2:5,6) - hal 1297.
1Tim 2:5-6 - “(5) Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, (6) yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan”.
Tanggapan terhadap ajaran Roma Katolik ini:
a. Kitab Suci membandingkan Adam dan Kristus (Adam merupakan TYPE dari Kristus).
· Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
· 1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Jadi, dosa memang masuk ke dalam dunia melalui Adam (karena Adam adalah wakil seluruh umat manusia), dan keselamatan datang melalui Kristus.
Tetapi Kitab Suci tidak pernah membandingkan Hawa dan Maria! Jadi ajaran Roma Katolik ini sama sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
b. Kitab Suci berkata bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus (Mat 1:21 Kis 4:12). Dialah satu-satunya Juruselamat / Penebus dosa!
Mat 1:21 - “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.’”.
Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.
c. Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya menderita di atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa dengan penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus dosa.
Bahwa Maria, yang adalah manusia biasa dan berdosa, bisa menjadi Penebus dosa, merupakan ajaran yang bertentangan dengan Maz 49:8-9. Karena terjemahan Kitab Suci Indonesia dalam hal ini adalah salah, maka saya memberikan terjemahan dari NIV.
Maz 49:8-9 (NIV - Ps 49:6-7): “No man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly, no payment is ever enough” (= Tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).
c) “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.
1. Penafsiran salah dari Arthur Pink.
Arthur W. Pink: “She stood by the Cross. And as she stood there the Saviour exclaimed, ‘Woman, behold thy Son!’ (John 19:26). There, summed up in a single word, is expressed the need of every descendant of Adam - to turn the eye away from the world, off from self, and to look by faith to the Saviour that died for sinners. ... salvation comes by Beholding - ‘Behold the Lamb of God which takes away the sin of the world.’ ... Reader, have you thus beheld that Divine Sufferer? Have you seen Him dying on the Cross the just for the unjust, that He might bring us to God? Mary the mother of Christ needed to ‘behold’ Him, and so do you. Then look, look unto Christ and be ye saved” [= Ia berdiri di dekat Salib. Dan pada waktu ia berdiri di sana sang Juruselamat berseru: ‘Perempuan, lihatlah Anakmu!’ (Yoh 19:26). Di sana, diringkas dalam satu kata, dinyatakan kebutuhan dari setiap keturunan Adam - untuk memalingkan mata dari dunia, dari diri sendiri, dan memandang dengan iman kepada sang Juruselamat yang mati untuk orang-orang berdosa. ... keselamatan datang oleh memandang - ‘Lihatlah anak domba Allah yang mengangkut dosa isi dunia’. ... Pembaca, sudahkah engkau memandang seperti itu kepada Penderita Ilahimu? Sudahkah engkau melihat Dia mati pada kayu salib, orang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia bisa membawa kita kepada Allah? Maria, ibu Kristus, butuh untuk ‘memandang’ Dia, dan demikian juga dengan kamu. Maka lihatlah, lihatlah kepada Kristus dan biarlah engkau diselamatkan] - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 60.
Ini salah, karena A. W. Pink menafsirkan bahwa yang dimaksud oleh Yesus dengan kata ‘Son’ / ‘anak’ adalah diriNya sendiri, padahal sebetulnya yang dimaksud oleh Yesus dengan ‘son’ / ‘anak’ bukanlah diriNya sendiri, tetapi Yohanes. Jadi kata ‘Son’ / ‘Anak’ tidak seharusnya dimulai dengan huruf besar.
Lenski: “‘Behold, thy son!’ has been misunderstood to mean, ‘Behold, me, thy son!’ Mary has enough to bear; Jesus is not harrowing her feelings with such a word. This interpretation mars the entire act, for it makes the word of Jesus to John rather senseless” (= ‘Lihatlah, anakmu!’ telah disalah-mengerti sebagai berarti, ‘Lihatlah, Aku, anakmu!’ Maria telah menanggung cukup banyak; Yesus tidak sedang menyiksa perasaannya dengan kata-kata seperti itu. Penafsiran ini merusak seluruh bagian, karena itu membuat kata-kata Yesus kepada Yohanes menjadi tidak berarti) - hal 1298-1299.
Memang, kalau kata ‘anakmu’ kepada Maria itu diartikan menunjuk kepada Yesus, lalu kata-kata Yesus ‘Inilah ibumu’ kepada Yohanes harus diartikan sebagai apa?
2. Penafsiran salah / sesat dari Gereja Roma Katolik tentang kata-kata Yesus ini.
Kata-kata Yesus kepada Maria di sini dijadikan dasar oleh Gereja Roma Katolik untuk mengajarkan bahwa Maria adalah Bunda Gereja!
Lenski: “What has Roman Catholicism made of this word of the dying Savior? Like Pius IX, Jesus, too, we are told, by this word of his makes Mary the patroness of all Christians who are here represented by the disciple John. It was not Mary who needed John, but John and with him and in him all other Christians who needed Mary. One of these Mary worshippers writes that ‘in the person of John Mary receives all Christians as her children. And this capacity of Mary entitles us to the right and the trust, that we place all our interest in her hands.’ What a reversal of the facts! Had Jesus been dependent on Mary, and not she on him? Has she during his ministry provided for him, and not he for her? And since when is all Christendom represented in John?” [= Apa yang telah diperbuat oleh ajaran Roma Katolik tentang kata-kata dari sang Juruselamat yang sedang mau mati ini? Seperti Pius IX, kita diberitahu bahwa Yesus juga, dengan kata-kataNya membuat Maria sebagai pelindung dari semua orang Kristen, yang di sini diwakili oleh sang murid Yohanes. Bukan Maria yang membutuhkan Yohanes, tetapi Yohanes, dan bersama dia dan di dalam dia semua orang Kristen yang lain, yang membutuhkan Maria. Salah satu dari penyembah-penyembah Maria ini menulis bahwa ‘dalam diri Yohanes, Maria menerima semua orang Kristen sebagai anak-anaknya. Dan kapasitas dari Maria ini memberi hak kepada kita pada hak dan kepercayaan, sehingga kita menempatkan seluruh kepentingan kita dalam tangannya’. Betul-betul suatu pembalikan fakta! Apakah Yesus yang selama ini telah bergantung kepada Maria, dan bukannya ia (Maria) kepadaNya (Yesus)? Apakah selama pelayananNya ia (Maria) yang memberi pemeliharaan untukNya (Yesus), dan bukannya Dia (Yesus) untuknya (Maria)? Dan sejak kapan seluruh umat Kristen diwakili oleh Yohanes?] - hal 1299.
J. C. Ryle: “We should mark what a strong condemnation the passage supplies to the whole system of Mary-worship, as held by the Roman Catholic Church. There is not here a trace of the doctrine that Mary is patroness of the saints, protectress of the Church, and one who can help others. On the contrary, we see her requiring protection herself, and commended to the care and protection of a disciple! Hengstenberg remarks, ‘Our Lord’s design was not to provide for John, but to provide for His mother.’ Alford observes, ‘The Romanist idea that the Lord commended all His disciples as represented by the beloved one, to the patronage of His mother is simply absurd.’” (= Kita harus memperhatikan betapa kuatnya text ini memberi kecaman terhadap seluruh sistim dari penyembahan Maria, seperti yang dipercaya oleh Gereja Roma Katolik. Di sini tidak ada jejak dari doktrin bahwa Maria adalah pelindung dari orang-orang kudus, pelindung dari Gereja, dan orang yang bisa menolong orang lain. Sebaliknya, kita melihat dia sendiri membutuhkan perlindungan, dan dipercayakan / dititipkan pada pemeliharaan dan perlindungan dari seorang murid! Hengstenberg berkata: ‘Tujuan Tuhan kita bukanlah untuk memelihara Yohanes, tetapi untuk memelihara ibuNya’. Alford berkata: ‘Gagasan dari ajaran Roma bahwa Tuhan mempercayakan semua murid-muridNya, yang diwakili oleh murid yang dikasihi, pada perlindungan dari ibuNya sama sekali menggelikan’) - ‘Expository Thoughts on the Gospels’, (John volume III), hal 350-351.
Loraine Boettner juga mengatakan (‘Roman Catholicism’, hal 155) bahwa kata-kata Yesus kepada Yohanes ‘Inilah ibumu’, oleh Gereja Roma Katolik diartikan menunjuk kepada semua manusia, pada saat itu maupun yang akan datang, dan dengan demikian Yesus menyerahkan semua manusia kepada Maria sebagai anak-anaknya!
Kesalahan penafsiran ini terlihat makin jelas kalau kita memperhatkan ay 26-27 ini dengan teliti.
Ay 26-27: “(26) Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ (27) Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya”.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Ayat ini secara jelas mengatakan bahwa kata-kata itu ditujukan oleh Yesus kepada Yohanes.
b. Kata ‘mu’ dalam ay 27 dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk tunggal, dan demikian juga dengan kata ‘anak’ dalam ay 26, sehingga tidak mungkin menunjuk kepada ‘semua manusia’, tetapi pasti menunjuk kepada ‘Yohanes’.
c. Kalau kata-kata itu memang ditujukan kepada semua manusia, lalu mengapa Yohanes tahu-tahu membawa Maria ke rumahnya (ay 27b)?
Hal lain yang perlu dicamkan adalah bahwa kita tidak pernah dikatakan oleh Kitab Suci sebagai ‘anak-anak dari Maria’. Semua orang yang percaya kepada Yesus adalah ‘anak Allah’ (Yoh 1:12).
3. Arti yang benar dari kata-kata Yesus ini.
a. Dengan kata-kataNya kepada Maria dan Yohanes, Yesus menyerahkan Maria ke dalam pemeliharaan / penjagaan Yohanes. Ini merupakan suatu tugas, tetapi juga merupakan suatu penghormatan terhadap Yohanes, karena diserahi tugas seperti itu oleh Yesus.
b. Mengapa Yesus harus menyerahkan Maria ke dalam penjagaan / pemeliharaan Yohanes?
· Adam Clarke, dan banyak penafsir lain, mengatakan (hal 652) bahwa mungkin sekali pada saat itu Yusuf sudah mati, sehingga Maria perlu diserahkan dibawah penjagaan Yohanes.
· Tetapi, kalau Yesus memang mempunyai saudara-saudara (Mat 13:55-56), yang kita anggap sebagai anak-anak dari Yusuf dan Maria, mengapa Maria tidak diserahkan kepada pemeliharaan dari anak-anak Maria yang lain? Mungkin karena mereka tidak / belum beriman.
William Hendriksen: “The question might be raised, ‘But why was not Mary committed to the care of one of her other children?’ The answer is: probably because they as yet had not received him by a living faith (see on 7:5). And besides, who could be expected to take better care of Mary than the disciple whom Jesus loved?” [= Ada pertanyaan yang bisa diajukan: ‘Mengapa Maria tidak diserahkan pada pemeliharaan dari salah satu anak-anaknya yang lain?’. Jawabannya adalah: mungkin karena pada saat itu mereka belum menerima Dia dengan iman yang hidup (lihat tentang 7:5). Dan disamping itu, siapa yang bisa diharapkan untuk memberikan pemeliharaan kepada Maria selain dari pada murid yang dikasihi Yesus?] - hal 434.
William Barclay: “He could not commit her to the care of his brothers, for they did not believe in him yet (John 7:5). And, after all, John had a double qualification for the service Jesus entrusted to him - he was Jesus’s cousin, being Salome’s son, and he was the disciple whom Jesus loved” [= Ia tidak bisa menyerahkan dia pada pemeliharaan dari saudara-saudaraNya, karena mereka belum percaya kepadaNya (Yoh 7:5). Dan bagaimanapun juga, Yohanes mempunyai persyaratan ganda untuk pelayanan yang dipercayakan oleh Yesus kepadanya - ia adalah saudara sepupu dari Yesus, karena ia adalah anak Salome, dan ia adalah murid yang dikasihi Yesus] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.
Bdk. Yoh 7:5 - “Sebab saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya kepadaNya”.
· Ada yang mengatakan bahwa Maria harus diserahkan ke dalam pemeliharaan Yohanes karena Maria miskin dan tidak mempunyai rumah; sedangkan Yohanes mempunyai rumah.
Barnes’ Notes: “Mary was poor. It would even seem that now she had no home” (= Maria miskin. Kelihatannya sekarang ia tidak mempunyai rumah) - hal 354.
Calvin mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes mempunyai rumah dan keluarga, karena kalau tidak demikian, ia tidak mungkin bisa membawa Maria ke rumahnya.
Calvin: “Hence also it is evident, that the Apostles had their families; for John could not have exercised hospitality towards the mother of Christ, or have taken her to his own home, if he had not had a house and a regular way of living. Those men, therefore, are fools, who think that the Apostles relinquished their property, and came to Christ naked and empty; but they are worse than fools, who make perfection to consist in beggary” (= Jadi, juga jelas bahwa rasul-rasul mempunyai keluarga-keluarga mereka; karena Yohanes tidak bisa menerima ibu dari Kristus, atau membawanya ke rumahnya, seandainya ia tidak mempunyai sebuah rumah dan suatu gaya hidup yang umum / biasa. Karena itu, orang-orang itu adalah orang-orang tolol, yang berpikir bahwa rasul-rasul melepaskan milik mereka; dan datang kepada Kristus dengan telanjang dan kosong; tetapi mereka lebih dari tolol, yang menganggap bahwa kesempurnaan terdiri dari pengemisan / kemiskinan) - hal 233.
c. Di sini Yesus melakukan tanggung jawabNya sebagai anak terhadap orang tua (ibu).
Pada saat Ia sedang melakukan hal yang merupakan tujuan utamaNya untuk datang ke dalam dunia, yaitu menebus dosa-dosa kita, Ia tetap tidak melupakan tanggung jawabNya kepada ibuNya!
William Barclay: “Jesus in the agony of the Cross, when the salvation of the world hung in the balance, thought of the loneliness of his mother in the days ahead. He never forgot the duties that lay to his hand. He was Mary’s eldest son, and even in the moment of his cosmic battle, he did not forget the simple things that lay near home” [= Yesus dalam penderitaan pada kayu salib, pada waktu keselamatan dari dunia belum dipastikan, memikirkan kesendirian dari ibuNya pada hari-hari yang akan datang. Ia tidak pernah melupakan kewajiban yang terletak dalam tanganNya. Ia adalah anak tertua dari Maria, dan bahkan pada saat dari pertempuran kosmikNya, Ia tidak melupakan hal-hal sederhana yang terletak di dekat rumah] - ‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.
Catatan: mungkin yang dimaksudkan oleh Barclay dengan ‘hung in the balance’ (= belum / tidak pasti) adalah bahwa pada saat itu pekerjaanNya untuk menyelamatkan umat manusia dengan menebus dosa belum selesai.
Bandingkan dengan kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dalam Mat 15:5-6 - “(5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
Calvin: “while Christ obeyed God the Father, he did not fail to perform the duty which he owed, as a son, towards his mother. ... Hence we learn in what manner we ought to discharge our duty towards God and towards men. It often happens that, when God calls us to the performance of any thing, our parents, or wife, or children, draw us in a contrary direction, so that we cannot give equal satisfaction to all. If we place men in the same rank with God, we judge amiss. We must, therefore, give the preference to the command, the worship, and the service of God; after which, as far as we are able, we must give to men what is their due. ... We ought, therefore, to devote ourselves to the interests of men, so as not in any degree to interfere with the worship and obedience which we owe to God. When we have obeyed God, it will then be the proper time to think about parents, and wife, and children; as Christ attends to his mother, but it is after that he is on the cross, to which he has been called by his Father’s decree” (= sementara Kristus mentaati Allah Bapa, Ia tidak gagal untuk melaksanakan kewajiban yang ia punyai sebagai anak kepada ibuNya. ... Jadi, kita belajar dengan cara apa kita harus melaksanakan kewajiban kita kepada Allah dan kepada manusia. Sering terjadi bahwa pada waktu Allah memanggil kita untuk melaksanakan sesuatu apapun, orang tua, atau istri, atau anak-anak kita, menarik kita ke arah yang berlawanan, sehingga kita tidak bisa memberikan kepuasan yang sama kepada semua. Jika kita menempatkan manusia dalam tingkatan yang sama dengan Allah, kita menilai / menghakimi secara salah. Karena itu, kita harus lebih mendahulukan perintah, ibadah / penyembahan, dan pelayanan Allah; setelah mana, sejauh kita mampu, kita harus memberikan kepada manusia apa yang menjadi hak mereka. ... Karena itu, kita harus membaktikan diri kita sendiri pada kepentingan manusia, sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak menggganggu ibadah / penyembahan dan ketaatan untuk mana kita berhutang kepada Allah. Pada waktu kita telah mentaati Allah, maka itulah waktu yang benar untuk memikirkan tentang orang tua, dan istri, dan anak-anak; seperti Kristus mengurus ibuNya, tetapi itu setelah Ia ada di salib, pada mana Ia telah dipanggil oleh ketetapan BapaNya).
Bdk. Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
William Hendriksen: “That a lesson in the responsibility of children (think of Jesus) toward their parents (think of Mary) is implied here is true. But certainly that is not the main lesson. The suffering of Jesus in seeing Mary suffer, and especially his wonderful love - a Savior’s concern for one of his own, far more than a son’s concern for his mother - these are the things on which the emphasis should be placed” [= Merupakan sesuatu yang benar bahwa di sini secara implicit ada suatu pelajaran tentang tanggung jawab dari anak-anak (pikirkan Yesus) kepada orang tua mereka (pikirkan Maria). Tetapi jelas bahwa itu bukanlah pelajaran utama. Penderitaan Yesus pada waktu melihat Maria menderita, dan khususnya kasihNya yang luar biasa - kepedulian sang Juruselamat untuk salah satu milikNya, jauh melebihi perhatian seorang Anak untuk ibuNya - ini adalah hal-hal dimana penekanan harus diletakkan] - hal 434.
Catatan: saya di sini hanya memberikan pandangan Hendriksen, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa dibenarkan atau tidak.
d. Tidak diketahui apakah Yohanes langsung membawa Maria pergi, sehingga tidak melihat kematian Kristus, atau mereka tetap di sana sampai Kristus mati. Yang jelas, setelah saat itu Yohanes membawa Maria ke rumahnya dan Maria hidup bersama dengan Yohanes sampai ia mati.
Leon Morris (NICNT): “This may mean that the beloved disciple took Mary away immediately so that she did not witness the death of her Son. This is supported by the fact that she is not mentioned in the group of women who were there when Jesus died (Matt. 27:56; Mark 15:40). Against it is the difficulty of seeing how the beloved disciple could have taken her home and returned in time for the events of vv. 31-37 (most agree that he witnessed them whether or no he is directly mentioned in v. 35). ‘From that hour’ need not mean ‘from that moment’. When we consider the way in which ‘the hour’ is used in this Gospel it is clear that it need mean no more than ‘from the time of the crucifixion’. It is also urged that if Jesus’ mother came to the place of execution it is most unlikely that she would have left before the end, all the more so in that the other women remained” [= Ini bisa berarti bahwa murid yang dikasihi itu membawa Maria pergi dengan segera sehingga ia tidak menyaksikan kematian Anaknya. Ini didukung oleh fakta bahwa ia tidak disebutkan dalam kelompok perempuan-perempuan yang ada di sana pada saat Yesus mati (Mat 27:56; Mark 15:40). Terhadap hal ini ada problem untuk melihat bagaimana murid yang dikasihi bisa membawanya pulang dan kembali pada saatnya untuk peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam ay 31-37 (kebanyakan setuju bahwa ia menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, apakah ia disebutkan secara langsung atau tidak dalam ay 35). ‘Sejak jam itu’ tidak perlu diartikan ‘sejak saat itu’. Kalau kita melihat cara dalam mana ‘jam’ digunakan dalam Injil ini, adalah jelas bahwa itu tidak perlu diartikan lebih dari ‘sejak saat penyaliban’. Juga diargumentasikan bahwa jika ibu Yesus datang ke tempat pelaksanaan hukuman mati, sangat besar kemungkinannya bahwa ia tidak meninggalkan sebelum semua selesai / berakhir, lebih-lebih mengingat perempuan-perempuan yang lain tetap tinggal] - hal 812, footnote.
Barnes’ Notes: “‘From that hour ...’. John seems to have been in better circumstances than the other apostles. ... Tradition says that she continued to live with him in Judea until the time of her death, which occurred about fifteen years after the death of Christ” [= ‘Sejak jam / saat itu ...’. Yohanes kelihatannya berada dalam keadaan yang lebih baik dari pada rasul-rasul yang lain. ... Tradisi mengatakan bahwa ia (Maria) terus hidup dengan dia (Yohanes) di Yudea sampai saat kematiannya, yang terjadi sekitar 15 tahun setelah kematian Kristus].
-AMIN-
Source :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar